Hari ini Bangsa indonesia memperingati HUT ke-66 kemerdekaan RI. Seperti biasa, menjelang hari kemerdekaan itu, di gang-gang, lorong-lorong jalan, sudah ramai dibuat gapura bercat merah putih dengan tulisan, antara lain, Dirgahayu HUT RI ke-66. Tulisan itu dibuat besar-besar dengan bentuk dan motif huruf yang bervariasi diembel-embeli dengan umbul-umbul. Tampak menarik memang. Namun, rupa-rupanya pemakai bahasa itu tidak menyadari bahwa tulisan seperti Dirgahayu HUT RI ke-66 itu tidak logis karena pilihan katanya telah menimbulkan ketidaktepatan makna.
Kasus seperti di atas, setiap tahun menjelang HUT RI, selalu terjadi. Padahal, sudah sejak tahun 1975, lembaga pemerintah, yakni Pusat Pembinaan Bahasa (yang sejak reformasi bergulir, berubah nama menjadi Pusat Bahasa dan sejak tahun 2010 berubah lagi menjadi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa), baik melalui media massa cetak maupun elektronik seperti siaran televisi, terus-menerus mengoreksi pemakaian kata dirgahayu di setiap awal penulisan Dirgahayu HUT RI. Pusat Bahasa menganjurkan untuk mengubah ungkapan itu, antara lain, dengan Dirgahayu Republik Indonesia atau Selamat Ulang Tahun Ke-… Republik Indonesia. Para tokoh bahasa seperti Anton M. Moeliono dan Yus Badudu pun pernah mengoreksi hal yang sama dan mengusulkan penggunaan Dirgahayu RI Ber-HUT Ke-… atau Dirgahayu Kemerdekaan Kita.
Apa yang salah dengan ucapan Dirgahayu HUT RI? Jika kita buka Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, akan ditemukan kata dirgahayu bermakna ‘(semoga) panjang umur’. Jadi, kalau kita katakan Dirgahayu HUT RI berarti HUT RI-lah yang kita harapkan berumur panjang, bukan RI atau Kemerdekaan RI. Oleh karena itu, wajar jika orang bertanya-tanya dengan berseloroh berbau menyindir, “Jangan-jangan akibat salah penulisan itu, kita belum merasakan kemerdekaan karena yang mengalami kemerdekaan itu adalah ‘hari ulang tahun’ bukan kita warga Republik Indonesia.”
Selain ketidatepatan penulisan ungkapan hari ulang tahun seperti di atas, ditemukan juga variasi lain, misalnya, Selamat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia Ke-66, Selamat HUTRI Ke 66 (tanpa tanda hubung), Dirgahayu HUT RI Ke 66, dan “Dirgahayu Republik Indonesia Ke-66“ Beberapa hal yang perlu dicermati dari tulisan itu, antara lain, pengertian dirgahayu, ketepatan pilihan kata, dan penulisan ke-66.
Seperti dikemukakan, kata dirgahayu bermakna ‘berumur panjang’. Berdasarkan makna itu, kata dirgahayu menyatakan makna panjang umur. Jadi, frasa Dirgahayu Republik Indonesia Ke-66, berdasarkan makna dirgahayu, jelas tidak logis. Ketidaklogisan itu terungkap dari penambahan ke-66 (dalam hal ini tanda hubung harus digunakan atau dapat diganti dengan angka Romawi tanpa menggunakan ke-) yang pengertiannya belum jelas.
Dengan penambahan ke-66, ada dua pengertian yang terkandung, yakni ke-66 menerangkan dirgahayu atau Republik Indonesia. Baik menerangkan dirgahayu maupun menerangkan Republik Indonesia sama-sama tidak logis. Ketidaklogisan yang pertama terjadi karena panjang umur dinyatakan dengan ke-66. Selain itu, ada ketidakjelasan ke-66 itu., apakah maksudnya ke-66 tahun atau ke-65 hari.
Ketidaklogisan yang kedua terjadi karena berdasarkan ungkapan itu ada 66 buah Republik Indonesia. Hal itu berarti pula masih ada 66 RI lagi. Tentu saja yang demikian tidak logis karena Republik Indonesia hanya satu, yakni yang kita rayakan itu. Dengan demikian, ungkapan tersebut di samping tidak logis juga termasuk taksa (ambigu).
Hal lain yang perlu dicermati adalah penambahan hari ulang tahun (HUT) setelah kata dirgahayu. Misalnya, Dirgahayu HUT RI Ke-66. Penambahan itu juga tidak logis. HUT tidak mungkin berumur panjang karena masanya hanya satu hari. Yang dapat kita ucapkan berumur panjang adalah Republik Indonesia atau kemerdekaannya. Jadi, ungkapan yang tepat adalah Dirgahayu Republik Indonesia atau Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sementara itu, apabila ke-66 akan digunakan, penempatannya harus tepat. Ada dua pilihannya, yakni Hari Ulang Tahun Ke-66 Republik Indonesia (HUT Ke-65 RI) atau Ulang Tahun Ke-66 Republik Indonesia. Baik contoh pertama maupun contoh kedua menjelaskan unsur HUT atau ulang tahunnya.
Masih ada satu cara lagi yang dapat digunakan untuk menambahkan ke-66. Hal itu dilakukan apabila unsur HUT ditempatkan setelah Republik Indonesia seperti contoh di atas. Cara itu dilakukan dengan menambahkan tanda hubung di antara Hari Ulang Tahun dan Republik Indonesia, yakni Hari Ulang Tahun-Republik Indonesia Ke-66 (HUT-RI Ke-66). Hal ini dilakukan agar dua unsur HUT dan Rl menjadi padu.
Sehubungan dengan kasus di atas, sebagai bahan perbandingkan, ada kasus lain, misalnya, frasa istri gubernur yang ramah. Orang yang berpikir kritis akan bertanya, “Yang ramah itu siapa, gubernur atau istrinya?”
Tanda hubung dapat digunakan di antara istri dan gubernur (istri- gubernur yang ramah) jika yang ramah adalah istri. Jika yang ramah adalah gubernur, tanda hubung dibubuhkan antara gubernur, yang, dan ramah (istri gubernur-yang-ramah).
Selain ungkapan di atas, ada pilihan yang dapat digunakan, yakni Selamat Ulang Tahun Ke-66 Republik Indonesia dan Peringatan Ulang Tahun Ke-66 Republik Indonesia.MERDEKA
Advertisement
- Recent Posts
- Comments
Masih Proses, Mohon Sabar :D
Sponsored By :Blog Davit.
0 komentar