Pembukaan SIPA (Solo Performing Arts )2011 Spektakuler

Gemerlap kembang api menghiasi langit di atas Pamedan Mangkunegaran membuka gelaran Solo Performing Arts (SIPA) 2011, Jumat (1/7/2011) malam, menandai pembukaan salah satu acara seni budaya yang menjadi ikon Kota Solo itu.

Dengan mengendarai kuda, disusul kemudian menaiki “perahu”, maskot SIPA 2011, GPH Paundrakarna, keluar dari gerbang Pura Mangkunegaran menuju depan panggung spektakuler.
Panggung megah berbentuk perahu raksasa dengan ukuran 20 meter x 12 meter itu menjadi saksi pertunjukan seni budaya berkelas internasional. Seperti temanya, Kejayaan Topeng, pertunjukan pun penuh dengan warna-warni topeng. Ratusan topeng pun dibagikan kepada para tamu undangan, di antaranya Walikota Solo, Joko Widodo, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Agum Gumelar, dan tamu lainnya.
Tari Kejayaan Topeng, yang diciptakan GPH Paundrakarna menjadi suguhan manis di awal acara. Paundra, dengan topeng Panjinya bersama 68 anak-anak yang membawa tampah berlukiskan macam-macam ekspresi wajah manusia dan enam penari dewasa dari Semarak Candrakirana melebur dalam pertunjukan tarian gemulai nan eksotis.
Enam penari yang menggunakan lima topeng dari tiap benua, dan satu topeng Hudoq dari Kalimantan, disertai gerak tangan yang dikatakan Paundra mengolaborasikan gerak-gerak tari dari berbagai wilayah di dunia seakan menandakan SIPA 2011 adalah hiburan untuk seluruh warga dunia.
Belum habis nuansa agung yang ditampilkan sang maskot, penonton kemudian dibuat tertawa terbahak-bahak dengan penampilan sang legenda tari komedi dari Jogja, Didik Ninik Thowok. Kisah Dewi Sarak Jodag yang dibawakannya tak dibalut dengan tari-tari belaka. Sebuah layar berbentuk cermin raksasa yang telah terhubung dengan program rekaman menjadi benang merah setiap cerita. Melalui inovasi tersebut, Didik Ninik Thowok telah memberi tontonan segar penuh komedi. Seperti di awal pertunjukan, penonton disuguhi dua sosok Didik Ninik Thowok, yakni sosok riil dan sosok dalam cermin yang sama-sama menari, tapi kemudian saling mengejek, membuat penonton terbahak.
Lebih istimewa, dirinya bahkan memunculkan tiga topeng dengan tiga karakter berbeda. Karakter pertama, dia memunculkan wajah Dewi Sarak Jodag yang sedang jatuh cinta pada Raden Panji. Ia kemudian mengubah dirinya menjadi Dewi Chandrakirana, istri Raden Panji yang jelita dengan gemerlap wajah topengnya. “Cermin, apakah aku pantas bersanding dengan Raden Panji,” katanya pada cermin di sebelahnya. Namun, yang keluar dari balik cermin bukanlah jawaban memuaskan, malah wajah monyet yang tiba-tiba muncul di cermin membuat penonton kembali tertawa. Akhirnya, karena sedih, kecewa dan marah Dewi Sarak Jodag berubah bentuk menjadi wajah yang sangar.
Di fragmen terakhir, Didik Ninik Thowok menggunakan topeng seram dengan mulut menyeringai, rambut panjang acak-acakan. “Saya terinspirasi topeng Hannya dari Jepang, matanya sayu karena sedih, tapi mulutnya menunjukkan garang menyimpan emosi,” ungkap Didik Ninik Thowok saat ditemui seusai pentas.
Tak kalah seru adalah penampilan delegasi luar negeri, Hahoe Pylhosin-Gut T’al-nori Society, dari Korea. Mengenakan pakaian serba putih, mereka membawakan drama tarian topeng bertajuk Hahoe Pylhosin-Gut T’al-nori. Pertunjukan tersebut merupakan kombinasi dari ritual-ritual shaman dengan karakter-karakter penampil bersifat kiasan, di antaranya seorang ningrat sombong bernama Yangban, seorang sarjana bernama Sonbi, seorang tukang daging yang kasar bernama Paekchong dan lainnya. Ada kejadian menggelikan saat adegan Paekchong yang baru saja menyembelih hewan dan mengambil organ dalamnya. Dengan dialog khas Korea, Paekchong turun ke panggung menuju kursi para tamu undangan. Dia menjulurkan tangannya yang memegang organ tiruan itu ke beberapa pejabat yang duduk paling depan. Saat salah seorang tamu undangan menjulurkan tangan ingin mengambil benda yang ditawarkannya, tiba-tiba Paekchong menarik kembali tangannya.
Kontan saja, para tamu undangan yang menyaksikan interaksi spontan itu dibuat terbahak. Selain dari Korea, penampil delegasi luar negeri dari USA, Janis Brenner, yang membawakan tiga judul karya, The Awkward Stage, Pieces of Trust dan Lost, Found, Lost dalam kolaborasi pertunjukan balet dan tari kontemporer mampu memukau ribuan penonton yang hadir.
Kemegahan SIPA 2011 itu pun membuat sang maskot, GPH Paundrakarna terpukau. “Sangat amazing. Ribuan penonton yang hadir menunjukkan gelar SIPA dari tahun ke tahun semakin spektakuler. Saat tampil tadi saya seakan terbawa energi positif,” ungkap Paundra.
Tags:

About author

Curabitur at est vel odio aliquam fermentum in vel tortor. Aliquam eget laoreet metus. Quisque auctor dolor fermentum nisi imperdiet vel placerat purus convallis.

0 komentar

Leave a Reply