Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) Jaya siap mengajukan gugatan perdata ke meja hijau
terhadap PT Pam Lyonnaise Jaya (Palyja) karena proses penyeimbangan
ulang kontrak antara kedua perusahaan itu tidak pernah tuntas.
"Kami
sudah meminta bantuan Kejaksaan Agung sebagai pengacara negara
menangani gugatan perdata di peradilan nanti. Sejumlah poin gugatan
sudah diserahkan kepada jaksa untuk membela PDAM di meja hijau saat
menggungat Palyja," kata Direktur Utama PDAM Jaya, Mauritz Napitupulu,
kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (7/9).
Ia mengatakan,
rencana pengajuan gugatan oleh PDAM Jaya kepada Palyja berkaitan dengan
Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang dinilai tidak adil. "Kami sudah
memanggil direksi Palyja namun menolak negosiasi ulang," katanya.
Operator lain yakni AETRA sudah setuju negosiasi ulang kontrak yang
menyepakati tidak menaikkan tarif sampai kontrak PKS berakhir.
Sedangkan, Palyja hingga saat ini belum menyetujui hal serupa," ujarnya.
PDAM saat ini sedang menyiapkan gugatan tersebut ke Pengadilan Perdata.
Jika tidak dikabulkan akan mengajukan banding ke Badan Arbitrase
Nasional Indonesia. Namun, persoalan ini masih dalam tahap proses
mediasi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan
Regulator.
"PDAM
Jaya menilai Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PDAM dengan dua
operator yang telah berlangsung selama puluhan tahun dinilai tidak
adil," tuturnya.
PDAM Jaya memiliki utang sekitar Rp 153 miliar atas imbalan air (short fall)
yang dialirkan ke pelanggan. Hutang ini hanya selama 2010 ke kedua
operator. Hingga 2022, jumlah hutang akan membengkak menjadi Rp 18,2
Triliun.
"Ini kan tidak adil. Mereka (operator) yang memanajemen, mengolah air,
berinvestasi, tetapi ketika ada defisit, PDAM yang harus membayar.
Padahal, kalau pun mereka ada untung tidak ada imbal baliknya. Makanya
kami ngotot minta diperbaiki kontraknya agar sama-sama menguntungkan,"
tegasnya.
Indikator lain ketidakadilan, sambung Mauritz, yakni tidak adanya
akuntabilitas PKS. Sekalipun memberikan pelayanan publik untuk warga
Jakarta, kedua operator tidak bertanggung jawab ke warga.
"Tidak pernah ada laporan pertanggungjawaban ke Gubernur DKI, DPRD dan
PDAM Jaya. Padahal, warga Jakarta kan tahunya yang tanggung jawab itu
PDAM," ungkapnya.
Terkait peristiwa jebolnya tanggul Pintu Air Buaran, Kalimalang,
Jakarta Timur yang menyebabkan sebanyak 250.000 pelanggan Palyja yang
tidak mendapatkan air hingga enam hari lamanya, dia menyatakan, tidak
akan ada kompensasi untuk warga.
"Air
yang tidak diperoleh warga melalui mobil tanki tidak dibayar. Tetapi
tidak bisa kalau sampai tagihan bulan September ini sampai tidak
dibayarkan,? tambahnya. (Antara)
Advertisement
- Recent Posts
- Comments
Masih Proses, Mohon Sabar :D
Sponsored By :Blog Davit.
0 komentar