Awas! Teror Copet

Tinggal di kota besar jadi daya tarik yang sulit ditolak bagi setiap orang. Terutama mereka yang ingin mengejar dan meraih kesuksesan dalam bentuk apapun. Surabaya, Jawa Timur, dikenal sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, juga jadi serbuan para pemimpi alias tough dreamer.

Buat memenuhi kebutuhan hidup yang terus bertambah, semua orang berlomba mencari nafkah. Tak sulit tentunya bagi mereka yang bermodal pendidikan memadai dan ketrampilan. Atau mereka yang mendapat sedikit keberuntungan. Tapi bagi yang tak mampu bersaing, kota besar ibarat mimpi buruk.

Kerasnya persaingan di kota besar, membuat sebagian orang menempuh cara-cara tak halal. Mencopet salah satunya. Kejahatan jalanan yang satu ini, termasuk yang paling banyak menyumbang angka kriminalitas di kota besar. Target mereka biasanya terminal, stasiun, dan sejumlah tempat keramaian lain.

Para pencopet, memanfaatkan kelengahan penumpang. Dalam angkutan umum misalnya, barang berharga maupun uang berpindah tangan dalam sekejap.

Karena itu untuk menekan angka kejahatan, sepekan silam digelar operasi tertutup di Jakarta. Sebanyak 259 orang terjaring dari berbagai tempat. Satu di antaranya pelaku kejahatan di angkutan umum seperti pencopet dan pejambret. Petugas menyita tas wanita, dompet juga ratusan telepon genggam para korban.

Operasi atau razia aparat kepolisian saat ini, cukup gencar. Tapi kejahatan jalanan berusia tua seperti copet tak hilang begitu saja. Ibarat ditekan di satu sisi, timbul di sisi lain.

Tak mudah memang menyusup ke dalam sindikat pencopet. Namun dari hasil penelusuran yang berhasil dilakukan, saat mengikuti aksi pencopet di tengah keramaian, sungguh sangat mendebarkan. Butuh mental baja menjalankan aksi ini, tak sekedar bermodal keberanian dan kelihaian tangan. Risiko tertangkap atau lebih parah dihakimi massa berada di depan mata.

Dalam beraksi kawanan pencopet hampir mirip sebuah pasukan khusus. Berkelompok empat hingga delapan orang, baik di keramaian atau di jalanan. Kelompok copet ini lalu berpencar menjadi kelompok satuan yang lebih kecil paling banyak tiga hingga empat orang.

Kelompok kecil pertama bertugas mengintai mangsa. Sementara kelompok kedua menggarap sasaran dengan cekatan. Korban yang lengah jadi favorit para pencopet.

Perihal keberanian, komplotan copet ternyata ada alasannya. Mereka berstrategi dengan cara berkawan akrab dengan pemilik otoritas keamanan. Kedekatan ini terbilang saling menguntungkan.

Dengan kekuasaannya, oknum ini akan membuat sandiwara penyelamatan jika pencopet tertangkap. Maksudnya jelas pelaku copet yang ditangkap bebas merdeka. "Soal beking, hasil dijual kemana, aksi secara berkelompok," kata Jono, seorang pencopet.

Saat beraksi, ada sejumlah isyarat yang berlaku. Kode-kode tertentu seperti kerlingan mata di antara kedua copet, tanda mereka mendapatkan mangsa sasaran pencopetan. Setelah menentukan sasaran, seorang anggota copet yang beraksi ikut membuntuti korban.

Eksekutor copet, tak langsung ikut teman yang membawa hasil copetan. Dia berpura-pura membeli sesuatu di pasar. Mereka menuju ke tempat yang ditentukan untuk bagi hasil.

Modus pencopetan yang kerap dipraktikkan komplotan pencopet antara lain berpura-pura muntah, menghalangi jalan atau dikenal dengan ngerem. Bahkan yang paling ekstrim menggunakan silet atau cutter untuk merobek kantung celana atau tas korban.

Nah teknik ini ternyata bisa dipelajari. Karena memang ada yang spesialisasi mengajar copet. Bisa dibilang, sebagai sekolah tak resmi copet diperuntukkan bagi mereka pendatang baru di bidang ini.

Tim SIGI kali ini menelusuri keberadaan sekolah pencopet. Menuju ke lokasi menempuh jalan yang cukup berliku, apalagi sifatnya sembunyi-sembunyi. Perihal ajaran yang diberikan, seorang alumni sekolah copet, Joko pengalaman belajarnya. Antara lain teknik copet, lama belajar, tempat operasi, korban kelompok, dan prosesnya.

Ini memang cukup mengejutkan. Kurangnya kontrol aparat penegak hukum, menjadi salah satu penyebab mata rantai kejahatan dan hasil perbuatan kriminal terus berlangsung.
Tags:

About author

Curabitur at est vel odio aliquam fermentum in vel tortor. Aliquam eget laoreet metus. Quisque auctor dolor fermentum nisi imperdiet vel placerat purus convallis.

0 komentar

Leave a Reply